Sabtu, 07 Mei 2011

BAGI HASIL

PENENTUAN BAGI HASIL DEPOSITO MURABAHAH BANK SYARIAH DI INDONESIA : ANALISIS TEORI DAN PRAKTIK
3.1  Perkembangan Perbankan Syariah
3.1.1.      Kondisi Umum
Tahun 2007 ditandai dengan diraihnya kembali stabilitas makro ekonomi yang diikuti dngan pertumbuhan ekonomi yang untuk pertama kalinya sejak krisis ekonomi Asia melebihi 6% per tahun. Konsistensi dan keselarasan kebijakan Bank Indonesia dan pemerintah dalam pencapaian sasaran inflasi berhasil mendorong terciptanya stabilitas inflasi yang kemudian memberikan ruang yang cukup bagi Bank Indonesia untuk kembali menurunkan BI rate sebanyak 175 basis points ke level 8%. Seiring dengan hal itu, berbagai kebijakan dan insentif yang diberikan pemerintah mendorong pertumbuhan yang lebih berimbang antara sisi permintaan dan penawaran, sebagaimana yang tercermin pada realisasi pengeluaran konsumsi yang diikuti oleh perkembangan investasi yang menggembirakan antara lain mencerminkan dari realisasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang melaju sebesar 8,4%.
Sementara diversifikasi sektor-sektor penompang pertumbuhan ekonomi semakin kuat sejalan dengan ekspansi si sector-sektor ekstraktif, perdagangan, telekomunikasi, transportasi, utilitas, konstruksi, dan jasa-jasa. Kondisi sector riil tersebut memberikan indikasi awal yang cukup kuat bahwa hambatan-hambatan struktural di sisi mikro ekonomi (supply side constraints), yang membatasi ekspansi perekonomian pada 2006 mulai dapat diatasi.
Seiring dengan penurunan suku bungan dan membaiknya kondisi sektor-sektor usaha, fungsi intermediasi perbankan secara umum mengalami peningkatan. Hal ini diindikasikan oleh pertumbuhan jumlah kredit yang mencapai 25,5% melampaui target yang dicanangkan pada awal tahun sebesar 22%. Perkembangan tersebut memicu peningkatan intensitas pesaing baik pada penghimpunan maupun penyaluran dana, terlebih dalam kondisi menguatnya kinerja pasar modal maupun lembaga keuangan non bank yang merupakan alternative sumber pendanaan dan atau penempatan dana masyarakat.
Ditengah intemsitas persaingan yang meningkat tersebut, pebankan syariah secara konsisten mampu memperlihatkan efektivitasnya dalam pelaksanaan fungsi intermediasi sebagaimana diidndikasikan oleh pertumbuhan pembiayaan yang relative lebih tinggi dibandingkan perbankan nasional, serta rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang mencapai (FDR) 99,8%. Indikasi tersebut diperkuat dengan kebijakan penyaluran dana yang menempatkan pembiayaan pada proporsi yang jauh lebih tinggi (82,6%) dibandingkan dengan proporsi instrument likuid seperti sertifikat wadiah BI dan penempatan pada bank lain (12,6%) dalam portfolio aktiva produktif, yang menunjukkan keberpihakan perbankan syariah yang tinggi pada pemenuhan kebutuhan pembiayaan sektor riil.
Sepanjang 2007, akses masyarakat terhadap manfaat (value) yang ditawarkan produk dan atau layanan perbankan syariah juga terus meningkat. Jaringan operasional perbankan syariah kini telah menjangkau nasabah di setidaknya 74 kabupten / kota di 32 proponsi. Selain itu, jumlah rekening nasabah pendanaan menigkat hingga mencapai 2,8 juta rekening dari posisi tahun 2006 sebesar 2 juta rekening. Kemanfaatan yang diberikan perbankan syariah semakin ditegaskan oleh kebijakan pengembangan pasar yang berorientasi kepada segmen ekonomi mayoritas di masyarakat, yaitu sector usaha kecil dan menengah. Pertumbuhan pembiayaan yang diberikan kepada kelompok usaha kecil dan menengah (UKM) mencapai 35,7% meningkat sibandingkan tahun 2006 sebesar 32,8%, sehingga kelompok nasabah UKM memiliki pangsa 68,2% dari keseluruhan pembiayaan yang disalurkan bank syariah.
Disamping produk dan layanan yang besifat komersial, perbankan syariah juga melaksanakn fungsi sosial melalui aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana sosial (zakat, infak, shadaqoh, hibah) dan dana kebijakan (qardh). Pada tahun 2007 dana sosial dan qardh yang disalurkan perbankan syariah baik disalurkan sendiri maupun disalurkan melalui lembaga amil zakat, mencapai Rp 16,8 mulyar atau tumbuh sebesar 208,0% dari tahun sebelumnya. Adapun total dana sosial dan qardh yang dikelola perbankan syariah pada periode laporan telah mencapai Rp 40,1 milyar.
Kinerja keuangan perbankan syariah juga menunjukkan peningkatan sejalan dengan membaikknya kondisi perekonomian, ditandai dengan laju ekspansi volume usaha yang mencapai 36,7%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada 2006 (28,0%). Peningkatan volume usaha tersebut didukung oleh strategi perluasan jaringan layanan yang cukup ekspansi antara lain dengan memanfaatkan jaringan kantor bank konvensional sehingga memperkuat kemampuan perbankan syariah mengakses sumber-sumber pendanaan, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan dana pihak ketiga yang mencapai 35,5%. Aktiva produktif, khususnya dalam bentuk pembiayaan menunjukkan laju pertumbuhan yang meningkat yaitu dari 34,2% pada 2006 menjadi 36,7% meskipun pada saat yang sama risiko yang dihadapi masih memper-lihatkan kecenderungan meningkat. Seiring dengan perkembangan tersebut, profitabilitas perbankan syariah mengalami peningkatan, tercermin dari return on asset (ROA) yang meningkat dari 1,8% pada 2006 menjadi 2,1%.

Gambar 3.1. Pertumbuhan Aset, DPK, PYD dan FDR Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah

3.1.2.      Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah
Dari sisi penghimpunan dana, DPK yang dihimpun perbankan syariah pada 2007 mengalami peningkatan tercermin dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 35,5%. Laju pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2006 (32,7%) sehingga per akhir 2007 DPK yang dihimpun perbankan syariah sudah mencapai Rp28,0 triliun. Pertumbuhan DPK yang tinggi terutama dialami Unit-Unit Usaha Syariah bank konvensional yang berhasil mengangkat pertumbuhan DPK dari rata-rata 59,6% dalam 3 tahun terakhir menjadi 71,2% pada tahun 2007 diantaranya melalui pemanfaatan Layanan Syariah (office channeling).
Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, persaingan dalam penghimpunan dana sepanjang 2007 dipengaruhi oleh trend penurunan suku bunga perbankan yang diikuti pula dengan penurunan tingkat bagi hasil perbankan syariah. Penurunan tingkat bagi hasil menyebabkan nilai investasi pada instrumen berjangka menjadi berkurang, sehingga mendorong pemilik dana beralih ke instrumen jangka pendek. Disamping itu pada periode laporan, kondisi bullish yang terjadi di pasar modal menjadi alternative yang menarik bagi pemilik dana untuk melakukan investasi termasuk dengan memindahkan dana yang semula ditempatkan di perbankan, sehingga membuat persaingan penghimpunan dana semakin ketat. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran preferensi penggunaan instrument pendanaan pada bank syariah menjadi lebih berorientasi jangka pendek, antara lain tercermin dari tabungan yang mencatat laju pertumbuhan tertinggi dibandingkan deposito ataupun giro. Disamping itu pada kelompok deposito, dominasi deposito berjangka waktu sampai dengan 1 bulan meningkat dari 48,3% pada 2006 menjadi 62,9% pada periode laporan. Pergeseran tersebut di satu sisi dapat menambah porsi bagi hasil bank, namun di sisi lain menimbulkan kesulitan dalam manajemen likuiditas bank antara lain karena keberadaan kelompok deposan korporasi yang pada umumnya lebih sensitif terhadap daya saing return. Kelompok deposan ini, meskipun dari segi jumlah nasabah sangat kecil (2,5%) namun umumnya menempatkan dana dalam jumlah besar sehingga dampak pergerakannya lebih sulit diantisipasi terlebih lagi pada perbankan syariah instrumen pembiayaan dengan maturitas yang singkat relatif terbatas.










Tabel 3.2 Komposisi Dana Pihak Ketiga
Dalam Miliar rupiah
Jenis Data
2003
2004
2005
2006
2007
Simpanan Wadia’ah :
Giro
Tabungan
Lainnya
Investasi Mudharabah :
Tabungan
Deposito

637
-
-

1,611
3,477

1,620
-
-

3,264
6,978

2,045
-
-

4,371
9,166

3,416
122
210

6,098
10,826

3,750
242
403

8,809
14,807
Sumber: Diolah dari Laporan Perkembangan Perbankan Syariah BI, Tahun 2007hal. 27, 2005 hal. 21, dan 2004 hal. 17
Gambar 3.3 Perkembangan Struktur Deposito Mudharabah
       
Sumber: Laporan  Perkembangan Perbankan Syariah BI, Tahun 2007 hal. 26, 2005 hal. 22
Gambar 3.4 Perkembangan DPK, Tingkat Bagi Hasil dan Suku Bunga
Sumber: Laporan  Perkembangan Perbankan Syariah BI, Tahun 2007 hal. 25

3.2  Implementasi Akad Mudharabah dalam Sistem Perbankan Syariah
Para teoritukus perbankan Islam mendambakan aktivitas investasi dalam bentuk islam didasarkan pada dua konsep yang legal, yaitu mudharabah dan musyarakah, sebagai alternative dalam menerapkan system bagi hasil (profit and loss sharing/PLS). teori ini menyatakan, bahwa bank islam akan memberikan sumber pembiayaan (financial) yang luas kepada pinjaman (debitur) berdasarkan atas bagi resiko (baik menyangkut keuntungan maupun kerugian), yang berbeda dengan pembiayaan (financial) dengan system bunga pada dunia perbankan konvensional yang semua resikonya ditanggung oleh pihak peminjam (debitur). Meskipun dalam prakteknya, pada umumnya bank islam dalam merealisasikan system bagi hasil (PLS) sebagaimana yang dijabarkan dalam teori, ternyata tidak dapat dimafaatkan secara maksimal dalam system perbankan islam yang menginginkan pihak bank mempunyai hak untuk turut menanggung beban resiko dari pembiayaan tersebut. Realitas ini mendorong bank islam menempuh jalan dengan membatasi fleksibelitas kedua konsep (mudharabah dan musyarakah) tersebut dari system bagi hasil (PLS) dan mencoba men-tranformasikan-nya kedalam mekanisme pembiayaan (financial) bebas resiko. (seed, 2003: hal. 90-91)
Bank islam beroperasi berdasarkan prinsip kemitraan (partnership), seperti mudharabah, sebagai model system ekonomi berbasis non-bunga dengan menekankan pada kedua prinsip yaitu:
1.    Keuntungan tidak ditentukan diawal, tetapi secara proposional atas keuntungan yang dihasilkan.
2.    Modal, buka tenaga kerja, sangat besar kemungkinan terkena risiko keuangan (financial risk).
Para ekonom berpendapat bahwa mudharabah seperti halnya bunga, menawarkan peluang pembiayaan murni yang menbolehkan pemilik modal untuk berinvestasi dimana pemilik dana (shahibul mal) tidak ikut serta dalam pengelolaan modal tersebut dan juga tanpa kewajiban menambah kekurangan modal. Tidak seperti pada pinjaman berbunga, kemitraan (mudharabah), yang wajar diatur dengan dua prinsip dasar di atas, menjaga keseimbanganyang wajar antara pemilik modal (shahibul mal) dan entrepreneur (mudharib) yang menggunakannya. Yang paling penting dalam akad mudharabah adalah penyedia modal tidak dapat mengklaim keuntungan tetap dan kepastian keuntungan dari modalnya apapun yang terjadi pada investasinya (vogel and hayes, 1998: hal. 129-130).
Deposit bank konvensional, terutama sekali uang tabungan dan deposito tetap, pada intiya merupakan suatu pinjaman yang diberikan oleh deposan kepada bank dengan suatu tingkat suku bunga yang ditetapkan. Sebagai contoh, Arab Malaysian Bank menawarkan 3.4% pada deposito 3 bulanan. Deposito dengan jangka waktu yang lebih panjang, maka lebih tinggi pula suku bunga yang ditawarkan. Ketika tingkat suku bunga naik 0.25% margin bank akan jatuh dalam jumlah yang sama, sebab bank tidak diijinkan untuk menaikkan suku bunga. Hal ini merugikan bank, karena margin yang lebih kecil berarti lebih rendahnya asset bersih bank dan harga saham perbankan akan jatuh.
Perbankan islam seharusnya tidak berpengaruh banyak dala hal ini, karena dalam system perbankan islam tidak memiliki perjanjian apapun untuk membayar suatu tingkat kembalian tertentu pada kontrak simpanan. Simpanan Syariah memiliki tingkat kewajiban (pengembalian) yang bervariasi (VRL-Variable rate liabilities), yang berarti bahwa bank memiliki hak untuk memberikan bagi hasil atau tidak kepada deposan. Akad wadiah yaddhamanah, memberikan hak atas distribusi keuntungan kepada bank (terserah bank). Jadi, meskipiun tingkat suku bunga simpanan bank konvensional meningkat, simpanan pada bank syariah belum tentu naik juga, karena hak prerogative untuk meningkkan return (bagi hasil) atas simpanan dengan akad wadiah ada pada bank (dalam bentuk bonus/hibah). Hal yang sama adalah tidak benar adanya simpanan mndapatkan keuntungan tetap (fixed)  pada bank syariah, yang sering kita ketahui sebagai simpanan investasi mudharabah (AMID – al mudharabah investment deposit). Dalam hal ini, tidak ada jamina yang dibuat untuk mengamankan simpanan dan keuntungan, karena produk ini diasumsikan berkarakter seperti saham. AMID sangat beresiko, karena akad direapkan dengan prinsip bagi hasil. Dimana laba akan diberikan hanya jika investasi berhasil sukses, sementara modal akan menurun atau bahkan berkurang jika akhirnya investasi mengalami kerugian (syaiful Azhar, 2005: hal. 147-148).
Sumber-sumber pendanaan (funding operations) bank islam di Iran adalah sebagai berikut :
1.      Investment deposit : yaitu investasi dalam bentuk deposito dengan sistem bagi hasil (Profit Sharing Contracts).
 Investment deposits ini ada dua jenis, yaitu investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Deposito ini digunakan untuk mendanai seluruh aktivitas bank, khususnya investasi jangka menengah dan panjang. Deposan diberikan jaminan atas hasil dari dana yang didepositokan, dengan kata lain, deposan tidak menanggung risiko kehilangan uang mereka.
 Bank dalam kapasitasnya sebagai “depositors’ attorneys” (konsultan atau perantara deposan) mengunakan deposito invetasi sesuai dengan kebijakan pembiayaan, dan keuntungan yang dihasilkan dibagi antara bank dan para deposan menurut kesepakatan awal dalam akad. Walaupun bank dapat menggunakan dana mereka sendiri, tapi harus memprioritaskan pemanfaatan deposito investasi, atau dana-dna yang harus bersumber dari deposan ini.
Bank juga dapat mengkombinasikan dari sumber deposan dan dana sendiri, jadi bank dan deposan saling menbagi hasil keuntungannya. Alternative lainnya, bank dapat bertindak sebagai trustee (perwakilan deposan) dan menempatkan dana deposan dalam proyek investasi, dimana semua keuntungan yang dihasilkan plus capital gain apa saja, dikembalikan kepada deposan. Dalam kasus ini, bank hanya menggunakan komisi atas biaya-biaya administrasi.
2.      Current account deposit : simpanan yang tidak digunakan untuk investasi, tapi untuk tujuan transakasi dan berjaga-jaga.
Tidak ada pendapatan yang diterima penyimpanan sama sekali. Untuk mendorong penempatan pada simpanan Qordul Hasan ini, bank menawarkan bonus dalam kas dan non kas, seperti tiket perjalananke tempat yang suci, karpet, koin emas, bahkan mobil atau rumah, potongan pembayaran komisi untuk jasa-jasa bank, dan prioritas dalam menggunakan fasilitas-fasilitas bank. Tujuan dari akun ini, bagi nasabah adalah untuk memudahkan transaksi, pembayaran, likiuditas. Lebih jauh bank mempertimbangkan jenis simpanan ini sebagai sumber yang dapat dimanfaatkan, tanpa adakewjiban imbalan yang harus dipenuhi saja (Taheri, 2004: hal. 64-65).
Beberapa ketentuan akad antara bank dengan pemegang deposito mudharabah adalah sebagai berikut :
1.      Bank akan menginvestasikan dana deposito mudharabah bersama dengan modal bank itu sendiri. Keseluruhan profit yang dihasilkan dari total modal akan dibagi sesuai dengan proporsinya. Setelah bagian dari prosentasinya yang telah disepakati dibagi kepada bank dan sisanya ditransfer atau diberikan kepada deposan. Proporsi dari bagian keuntungan akan ditentukan dengan persetujuan dari seluruh mitra terkait.
2.      Jika bank menderita kerugian, kerugian tersebut akan dibagi berdasarkan modal yang masuk. Pembagian kerugian secara adil sebagai hasil dari perhitungan tersebut akan ditanggung oleh masing-masing deposan.
3.      Total kewajiban dari pemegang deposito tidak akan melebihi total depositonya, yang berarti bahwa maksimun kerugian yang akan ditangung adalah sebesar total depositonya.
4.      Jika deposan meneruskan akadnya, keuntungan yang dihasilkan dalam periode berikutnya, pertama kali akan dibentuk untuk menutupi kerugian periode yang lalu, kemudian laba sisanya, jika ada, akan dibagikan diantara nasabah menurut rasio yang disepakati. Deposan juga dapat mempertimbangkan untuk menarik utangnya bersama dengan laba atau ruginya. Juga dapat kembali mendepositokan uangnya di bank dalam akun mudharabah yang baru. Keuntungan atau kerugian dimasa yang akan dating tidak dihubungkan dengan untung atau rugi periode yang lalu dalam kasus pembaharuan akad.
5.      Pada masa akhir periode, masing-masing deposan akan doinformasikan tentang keuntungan atau kerugian. Deposan memiliki hak untuk mengakhiri akad dan menarik uangnya, atau akan menerima pembayaran keuntungan dan setuju bahwa distribusi keuntungannya bersifat tentative dan ke depan jika ada kerugian, akan disesuaikan terhadap keuntungan ini.
6.      Deposan dapat meminta uangnya kapanpun. Tetapu untuk keuntungan dan kerugian yang ditangggungnya, harus menunggu sampai akhir periode akad, kecuali bank setuju bahwa periode sebelumnya dapat dijadikan basis untuk menyelesaikan akun tersebut. Dana dalam akun mudharabah dapat diambil atau ditransfer kepada orang lain melalui cek. Untuk menarik deposito, harus ada pemberitahuan terlebih dahulu – kecuali bank melepaskan hak untuk pemberitahuan tertentu. Uang dapat didepositokan dalam akun mudharabah tanpa batas waktu yang pasti dan/atau untuk jangka waktu yang tetap, seperti, 3 atau 6 bulan, dan sebagainya.
7.      Untuk pembentukan akun mudharabah, bank pada akhir setiap periode, akan membuat akun atas semua bisnis yang dilakukan dan menentukan total laba atau rugi yang hasilkan. Penaksiran atas nilai akun masing-masing nasabah diberikan berdasarkan kesempatan yang telah disepakati dengan deposan.
8.      Deposan baru dalam akun mudharabah akan diterima secara normal pada awal setiap periode. Deposito yang dibuat pada pertengahan periode akan diterima tetapi jika langsung digunakan tidak memungkinkan, maka deposito tersebut tidak akan dimasukkan dalam akun laba rugi pada periode yang berjalan. Sebaliknya, jika pengunaan dana atas deposito baru tersebutmasih memungkinkan, maka berhak atas keuntungan atau kerugian pada periode tersebut. Lamanya periode serta awal dan akhirnya ditentukan berdasarkan kebijakan perusahaan.
Metode akuntansi yang digunakan harus modern dan dapat membuktikan setiap kesalahan atau kecurangan. Untuk menjaga deposan dari kecurangan atau mis-informasi yang tidak cukup, bank sentral membentuk aturan dan regulasi dengan bantuan para ahli, untuk menjaga kepentingan semua pihak.
Bank disarankan untuk mencadangkan sejumlah prosentase tertentu dari akun mudharabah sebagai cadangan, sehingga keuntungan normal dari dana milik deposan tidak perlu bergantung pada keuntungan modal bank dari bisnis perusahaan. Tujuan ini dapat dicapai dengan menjaga proporsi kecil, seperti 3% atau 5% sebagai cadangan (Siddiqi, 1997: hal, 39-41).
3.3   Penentuan Keuntungan dan Kerugian dalam Akad Mudharabah
Untuk memudahkan pembahasan pada penentuan keuntungan dan kerugian ini, diasumsikan bahwa pyang diperoleh dari pembelian saham termasuk ke dalam laba rugi pada akad mudharabah, dan pendapatan yang dihasilkan dari jasa-jasa bank (fee base income) dengan total pengeluaran administrasi bank.
Dengan cara ini, hanya satu model pendapatan bersih yang tersisa, yakni profit yang dihasilkan dari modal yang berasal dari mudharabah.
Contoh:
10 orang memegang saham membentuk bank dengan modal 1 juta, masing-masing 100.000. 10.000 deposan memiliki deposito masing-masing 500 dengan total 5 juta. Bank akan menerima profit dengan porsi ¼ dan deposan ¾. Bank menginvestasikan total modal 6 juta ini kepada para pembisnis yang berbeda untuk periode 1 tahun, dengan nisbah sebesar 50% dari keuntungan yang dihasilkan, dan 50% untuk pengelola (mudharib).
            Pada akhir tahun ternyata sebagaian dari bisnis yang dibiayai mengalami kerugian, sebagian lagi untung. Sehingga apabila dijumlahkan semuanya, terdapat tiga kemungkinan berikut:
(1)   Secara keseluruhan bank untung.
Misalnya bank untung 300.000 dari keseluruhan aktivitasnya. Profit 300.000 dari modal 6 juta berarti tingkat keuntungannya sebesar 5%. Deposan, berdasarkan akad akan menerima 3,75 dari profit dan bank 1,25 dari setiap 100. Sehingga setiap deposan yang memiliki 500 akan menerima 18,75sebagai profit. Saldo laba sebesar 112,500 akan menjadi total laba dan akan dibagikan secara merata kepada pemegang saham. Setiap pemegang saham akan menerima 11,250 sebagai laba atas 100.000 modalnya.
(2)   Secara keseluruhan bank rugi.
Diasumsikan, bank menanggung kerugian 300.000. dengan kata lain berarti modal akan berkurang menjadi 5,7 juta dari 6 juta sebelumnya. Tingkat kerugian sebesar 5% setiap deposan akan mengalami penurunan sebesar 5% dari uangnya. Deposan yang memiliki deposito 500 akan menerima sebesar 475 dan pada saat yang sama pemegang saham akan mananggung kerugian 5%. Saham 100.000 dari masing-masing pemegang saham akan berkurang menjadi 95.000.
(3)   Bank impas (tidak untung tidak rugi)
Terakhir, bank mengalami impas, dimana kerugian pada satu pihak dapat ditutup pihak lain. Baik deposan maupun pemegang saham tidak akan menanggung kerugian ataupun menerima keuntungan apapun.
Dari contoh diatas dapat terlihat bahwa, dalam kerugian, deposan dan pemegang saham mudharabah sama-sama terkena dampaknya secara merata. Tetapi jika untung, rate pemegang saham lebih besar dari yang diterima deposan. Alasan dari perbedaan ini adalah bahwa pemegang saham memberikan andil yang penuh pada keuntungan atas modal mereka, sementara deposan tidak. Tetapi deposan mendapat porsi yang lebih besar dalam hal ini ¾ dari laba.
Justifikasi untuk ini adalah bahwa pemegang saham menhalankan bisnis perbankan – mereka menggunakan kemampuan bisnis mereka, pengalaman dan usaha untuk menciptakan modal kerja untuk menghasilkan laba. Sedangkan deposan dalam akun mudharabah hanya menyediakan uang dan tidak berpartisipasi dalam orgnisasi bisnis actual bank, administrasi dan jasa-jasanya. Lebih jauh, pemegang saham memiliki risiko yang lebih besar dari deposan, dalam kasus kerugian, deposan hanya kehilangan bagian modal mereka. Sedangkan pemegang saham menerima kerugian ganda dari kehilangan modal dan kehilangan keuntungan dari bisnis mereka. Karenanya mereka semestinya mendapat keuntungan lebih dari nasabah simpanan mudharabah (deposan) (siddiqi, 1997:hal, 44-46).
3.4  Deposito Mudharabah Bank Syariah
3.4.1. Deposito Mudharabah Bank Muamalat Indonesia
PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.
Hingga akhir tahun 2004, Bank Muamalat tetap merupakan bank syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva sebesar Rp 5,2 triliun, modal pemegang saham sebesar Rp 269,7 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp 48,4 miliar pada tahun 2004.
Bank Muamalat berhasil melalui masa sulit dan bangkit dari keterpurukan yang diawali dengan pengangkatan direksi baru dari internal. Kemudian menggelar rencana kerja lima tahun yang berhasil mengembalikan Bank Muamalat ke kondisi keuangan dan pertumbuhan yang berkesinambungan. Hingga  akhir tahun 2007, total aset Bank Muamalat meningkat mendekati 2,100 % dan ekuitas tumbuh sebesar 2,000 %.
Perkembangan tersebut menambah jumlah aset Bank Muamalat menjadi Rp 10,57 triliun di akhir tahun 2007, dengan modal pemegang saham mencapai Rp 846,16 miliar dan pencapaian laba bersih sebesar Rp 145,33 miliar sehingga menjadikannya bank syariah yang paling menguntungkan di Indonesia.
IKTISAR KINERJA KEUANGAN
PT. BANK MUAMALAT INDONESIA
(Dalam Miliar Rupiah)

2003
2004
2005
2006
2007
Total Aktiva
Total Pembiayaan
Total Dana Pihak Ketiga
Total Modal Disetor
Total Ekuitas
Laba (Rugi) Operasional
Laba (Rugi) bersih
3,308.68
2,373.04
2,508.87
269.69
307.35
36.44
23.17
5,209.80
4,184.70
4,330.56
269.69
339.11
74.89
50.62
7,427.05
5,887.74
5,750.23
492.79
763.41
159.18
106.66
8,370.59
6,628.09
9,837.43
492.79
786.44
174.77
108.36
10,569.08
8,616.05
8,691.33
492.79
846.16
221.37
145.33
Sumber: diolah dari Laporan publikasi BMI
Produk Deposito Mudharabah Bank Muamalat Indonesia
Keuntungan :
1.      Memperoleh bagi hasil yang sangat menarik setiap bulan.
2.      Investasi disalurkan untuk pembiayaan usaha produktif yang halal.
 Fasilitas :
1.      Jangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan.
2.       Dapat diperpanjang secara otomatis (Automatic Roll Over) pada saat jatuh tempo.
3.      Dapat digunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk referensi Bank Muamalat.
Persyaratan :
1.      Nasabah Perorangan : Jumlah deposito minimal Rp. 1.000.000,- atau USD 500, mengisi
formulir pembukaan deposito, melampirkan copy identitas diri dan NPWP.
2.      Nasabah Perusahaan : Jumlah deposito minimal Rp. 1.000.000,- atau USD 500, mengisi
formulir pembukaan deposito dan melampirkan copy NPWP dan TDP dan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP).
Equivalent rate bagi hasil deposito mudharabah 1 bulan yang diberikan oleh Bank Muamalat Indonesia selama lima tahu terakhit, yaitu mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 adalah sebagai berikut:
Equivalent rate bagi hasil deposito mudharabah 1 bulan PT. Bank Muamalat Indonesia selama

tahun
Bulan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2003
9.48
10.32
9.77
10.51
11.33
10.55
9.05
10.17
8.04
8.89
12.13
5.68
2
2004
7.00
7.41
7.05
6.79
7.57
8.82
7.98
8.02
8.19
6.78
8.15
7.90
3
2005
6.92
7.80
7.05
7.34
7.64
7.31
7.31
7.44
7.82
7.16
9.02
8.85
4
2006
7.88
9.11
8.47
8.76
9.08
9.13
8.04
8.60
9.14
9.27
8.99
9.61
5
2007
8.57
9.35
6.92
7.00
7.48
7.30
6.83
6.66
7.19
6.73
6.87
8.05
Sumber : Diolah dari laporan realisasi bagi hasil deposito mudharabah BMI
3.4.2.      Deposito Mudharabah PT. Bank Syariah Mandiri (BSM)
PT Bank Syariah Mandiri hadir sebagai bank yang mengkombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan PT Bank Syariah Mandiri sebagai alternatif jasa perbankan di Indonesia.
IKHTISAR KEUANGAN
 PT. BANK SYARIAH MANDIRI

URAIAN
31 Des 07
31 Des 06
31 des 05
31 des 04
31 des 03
A.
NERACA





1
Aktiva
12.885.391
9.554.967
8.272.965
6.869.949
3.422.303
2
Aktiva prodiktif
12.269.374
8.912.732
7.970.954
6.404.230
3.155.203
3
Penempatan SWBI
607.000
780.000
1,373.000
325.000
795.000
4
Pebiayaan yang diberikan
10.326.374
7.414.757
5.847.598
5.295.655
2.170.573
5
kewajiban
2.646.612
2.657.593
1.700.329
1.420.085
574.590
6
dana pikah ketiha
11.105.979
8.219.267
7.037.506
5.725.007
2.628.887

a. Giro Wadi'ah
1.845.744
2.053.533
1.261.475
980.661
297.796

b. tabungan Wadi'ah
11.953
5.641
190



c. Tabungan mudharabah
3.660.425
2.662.402
1.957.602
1.536.277
752.698

d. deposito mudharabah
5.387.827
3.497.871
3.816.239
3.208.069
1.578.393
7
Ekuitas
811.376
697.231
632.589
548.770
449.623







B.
LABA RUGI





1
Pendapatan margin dan bagi hasil
1.197.237
943,420
865.488
584.274
279.494
2
Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi terikat
511.874
455,490
386.385
269.250
184.389
3
Pendapatan margin dan bagi hasil bersih
685,400
478,930
479.103
315.024
131.105
4
laba operasional
167.067
100.832
137.178
140.642
23.072
5
laba sebelum pajak
168.183
95.236
136.713
150.421
24.500
6
laba setelah pajak
115.455
65.48
83.819
103.447
15.834
7
Laba bersih per saham  dasar
1.611
914
1.169
1.443
221

Tidak ada komentar:

Posting Komentar