Sabtu, 07 Mei 2011

Sukuk Ijarah Paling Disukai Pasar

Mosi Retnani Fajarwati

(Istimewa)
INILAH.COM, Jakarta - Jenis sukuk yang paling banyak diminati hingga kini oleh issuer adalah sukuk ijarah karena memiliki struktur yang lebih simpel dibanding sukuk mudharabah.
Menurut SVP Structured Finance HSBC Amanah, Gahet Ascobat, hingga kini jenis sukuk yang paling banyak diminati oleh issuer adalah sukuk ijarah. "Sukuk ijarah memiliki struktur yang lebih simpel dibanding sukuk mudharabah," ujarnya usai HSBC Workshop on Sukuk, di Gedung World Trade Centre Sudirman, Jumat (7/8).
Gahet menjelaskan, penggunaan underlying asset sebagai ketentuan menerbitkan sukuk mudharabah menjadi faktor pembatas bagi issuer karena membutuhkan penilaian aset
yang lebih kompleks. "Sebenarnya bisa disiasati dengan penentuan struktur yang lebih kreatif, hanya saja kebanyakan issuer enggan untuk mengambil risiko itu karena terlalu kompleks pelaksanaannya," ujarnya.
Sementara Direktur Perbankan Syariah BI Ramzi A.Zuhdi mengatakan issuer dapat menggunakan revenue perseroan sebagai underlying asset, dengan sebelumnya telah disertai oleh adanya asuransi, rating, hasil penilaian risiko, dan jaminan dari pemilik "Bisa saja mereka menggunakan revenue perusahaan yang besar walau mungkin asetnya kecil, namun harus dinilai dulu risikonya," ujarnya.
Ramzi menambahkan, issuer yang umumnya menerbitkan sukuk mudharabah merupakan perusahaan yang telah memiliki track record panjang dan bergerak dibidang strategis sector, seperti PT Pertamina (persero) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). "Ini untuk memberikan tingkat kepercayaan karena pada kesepakatan awal tetap harus ada kepastian," ujarnya.
Menurut Ramzi, prospek dari sukuk global pada tahun-tahun mendatang sangat menjanjikan pasalnya sukuk lebih fleksibel bagi banyak investor. "Kalau obligasi, hanya untuk pasar Asia dan Eropa. Kalau sukuk investor Timteng (timur tengah) juga bisa memilikinya. Pasarnya sendiri memiliki potensi untuk terus berkembang," ujarnya.
Perkembangan pasar sukuk global mulai tahun 2000 terus tumbuh, dari US$ 2,2 miliar hingga menjadi US$ 31 miliar pada 2007. Namun akibat krisis global, pasar sukuk global turun menjadi US$ 15 miliar pada tahun 2008. "Sebenarnya yang masih kurang adalah tingkat pengetahuan masyarakat akan sukuk," pungkasnya. [mre/hid]

www.niriah.com

SYARIAH DAN IMPLIKASINYA ATAS PENGEMBANGAN SUKUK KHUSUSNYA IJARAH & PASAR MODAL KE DEPAN


LATAR BELAKANG


Berinvestasi merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan merupakan cara untuk meningkatkan standar hidup keluarga yang lebih baik di masa depan. Investasi juga bermanfaat untuk menghadapi risiko-risiko yang disebabkan karena suatu musibah yang mungkin terjadi. Masyarakat yang tidak siap dalam menghadapi risiko, tidak jarang harus menjual aset-aset produktif yang dimanfaatkan untuk mencari nafkah pada saat mengalami suatu musibah yang memerlukan dana yang besar. Sementara dalam jumlah yang signifikan, Investasi merupakan salah satu sumber dana yang dapat dipergunakan untuk memajukan usaha-usaha produktif.
Berkenaan dengan pentingnya berinvestasi ini, Hadist Rasulullah SAW mengatakan: “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan uang secara sederhana, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkan (HR. Muslim dan Ahmad).  Dalam hadist lain Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan miskin orang yang bersikap pertengahan dalam pengeluaran” (Muttafaq ‘Alaih).   Dalam hadist tersebut tersirat makna bahwa berinvestasi merupakan perwujudan dari membelanjakan uang secara sederhana dan bersikap pertengahan dalam pengeluaran sebagai salah satu cara agar masyarakat terhindar dari kemiskinan dan memperoleh kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Konsep Investasi Islami didasarkan kepada prinsip moralitas dan keadilan, yaitu sesuai dengan syariah Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits serta Ijma’ para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in dan ulama-ulama sesudahnya. Oleh karena itu Instrumen Investasi Islami juga selaras dan memenuhi prinsip-prinsip syariah, yaitu transaksi yang dilakukan para pihak bersifat adil, halal, thayyib dan maslahat. Selain itu, transaksi dalam Instrumen Investasi Islami terbebas dari unsur larangan seperti riba, maysir dan gharar.
Salah satu bentuk Instrumen Investasi Islami yang telah banyak diterbitkan baik oleh berbagai macam korporasi maupun negara adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah atau lebih dikenal secara mendunia dengan sebutan Sukuk. Perbedaan pokok Sukuk dengan surat berharga konvensional semisal Obligasi adalah penggunaan konsep imbalan selain bunga dari adanya dasar transaksi yang mengacu kepada aset atau usaha tertentu dengan basis perjanjian berprinsip syariah antar para pihak.
 MASALAH YANG MENARIK
Salah satu yang paling menarik untuk dicermati dan dicari solusinya adalah perbedaan pemahaman dan praktek penerbitan Sukuk di banyak korporasi dan di banyak negara yang biasanya dimotori oleh sekelompok ulama yang tergabung dalam Sharia Advisory / Supervisory Council atau di Indonesia dikenal dengan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Perbedaan ini dapat meruncing dari salah satu atau beberapa ulama sekaligus terhadap pemahaman dan praktek penerbitan Sukuk. Salah satunya yang paling berpengaruh dan banyak dibicarakan di belahan dunia adalah pendapat dari Syekh Taqi Utsmani yang banyak menjabat sebagai Ketua atau Anggota di banyak Sharia Council di banyak belahan dunia, yang mengatakan bahwa 85% penerbitan Sukuk yang diperdagangkan di Pasar Modal  Dubai adalah tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip syariah. Apa sebenarnya yang terjadi dalam benak Syekh Taqi Utsmani? Apa benar yang terjadi adalah hal yang demikian? Ada masalah tambahan yang tidak kurang menariknya di Eropa dan Malaysia, yaitu berkembangnya instrumen-instrumen derivative yang sekilas Islami, tapi masih patut untuk diperdebatkan kesyariahannya dan fungsi utama pasar keuangan syariah (pasar uang dan pasar modal syariah) sebagai true function of intermediary between the financial sector & the real sector - between the surplus sector & the deficit sector.
KOMPENDIUM PEMAHAMAN PENULIS
Penulis dalam hal ini tidak berusaha menelusuri apa yang Syekh Taqi Utsmani pikirkan dan telaah. Penulis juga tidak berusaha menelusuri apa yang sebenarnya 85% tidak teraplikasikan sesuai dengan prinsip syariah di Dubai. Penulis juga tidak berusaha menghalangi atau mendorong berkembangnya instrumen-instrumen derivative yang sekilas Islami sesuai syariah. Penulis semata berusaha menyampaikan adanya gap antara aplikasi hukum positif dan fatwa sebagai landasan lebih detil dari intisari Al Qur’an, Hadits dan pendapat-pendapat sahabat Rasulullah SAW, para tabi’in, ulama-ulama sesudahnya dan pendapat ulama-ulama kontemporer digabung oleh pendapat penulis sebagai praktisi yang mempunyai pemahaman syariah dan pengalaman khusus di bidangnya yang berkaitan dengan permasalahan terkini khususnya mengenai Sukuk dan instrumen pasar modal lainnya.
Menurut Al Qur’an, Hadits dan Ijma’ para ulama, Islam mengajarkan bahwa dalam mengelola Investasi Islami ini ada beberapa kaedah yang sangat baik untuk dilakukan, yaitu:
·         Seimbang antara pendapatan dengan pengeluaran. “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rizki cukup dan menerima apa yang Allah berikan kepadanya.” (Muttafaq ‘Alaih)
·         Membelanjakan harta untuk kebaikan. “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu….” (al-Baqarah, 2:172). “Mereka menanyakan kepadamu,’Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah, ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik…” (al-Maidah:5:4)
·         Mengutamakan pengeluaran untuk hal yang primer. Islam mengajarkan agar pengeluaran rumah tangga muslim lebih mengutamakan pembelian kebutuhan-kebutuhan pokok sehingga sesuai dengan tujuan syariat. Yang termasuk kebutuhan pokok atau primer yaitu nafkah-nafkah pokok bagi manusia yang diperkirakan dapat mewujudkan lima tujuan syariat, yaitu memelihara jiwa, akal, agama, keturunan dan kehormatan.
·         Menghindari pembelanjaan untuk barang mewah. “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (al-Israa’: 16). “Makan, minum dan berpakaianlah sekehendakmu, sebab yang membuat kamu berbuat kesalahan itu ada dua perkara: bergaya hidup mewah dan berprasangka buruk.” Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abas)
·         Menghindari pembelanjaan yang tidak disyariatkan. Untuk mencegah masyarakat dari bermewah-mewah, dalam Islam diharamkan pembelanjaan yang tidak mendatangkan manfaat.
·         Bersikap tengah-tengah dalam pembelanjaan. “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (al-Furqaan:67). “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkan karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal (al-Israa’: 29). “Allah akan memberikan rahmat kepada seseorang yang berusaha dari yang baik, membelanjakan dengan pertengahan, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga pada hari dia miskin dana membutuhkannya.” (HR Ahmad).
Islam menetapkan aturan-aturan perekonomian dalam hal berinvestasi, antara lain:
1.      Menginvestasikan kelebihan setelah kebutuhan primer terpenuhi.
2.      Menginvestasikan kelebihan untuk menghadapi kesulitan
3.      Hak harta generasi mendatang
4.      Tidak menimbun harta
5.      Pengembangan harta harus dilakukan dengan baik dan halal.
Selain konsep yang diyakini lebih adil tersebut, hal utama yang menjadikan seseorang untuk menerapkan sistem syariah adalah semata-mata untuk menghindar dari praktek riba.  Dengan demikian, motivasi untuk menggunakan sistem syariah dalam bidang keuangan ini adalah alasan yang berkait dengan masalah keyakinan, bukan atas dasar manfaat.  Keyakinan ini didasarkan atas ayat-ayat dan hadist Rasulullah tentang konsekuensi dari mengambil riba. Beberapa diantaranya adalah:  “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130). Di ayat lain disebutkan: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman.    Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Q.S. Al Baqarah: 278-279).  Dalam suatu hadist diriwayatkan,  Jabir berkata bahwa Rasulullah saw. mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.” (H.R. Muslim, kitab Al Masaqqah).
Selanjutnya yang akan penulis bahas lebih mendalam adalah gap antara aplikasi hukum positif dan fatwa yang bisa menimbulkan pendapat-pendapat seperti yang Syekh Taqi Utsmani sampaikan dalam kontroversi penelaahannya ataupun kontroversi penelaahan pihak lain yang mengatakan bahwa instrumen-instrumen derivative pasar modal yang dikembangkan Malaysia dan Eropa terlalu liberal dari sisi syariah. Fatwa yang telah dikeluarkan oleh Sharia Advisory Council di manapun atau Dewan Syariah Nasional MUI sekalipun sangat mempertimbangkan intisari Al Qur’an, Hadits dan pendapat-pendapat sahabat Rasulullah SAW, para tabi’in, ulama-ulama sesudahnya dengan melihat konteks kekinian dan upaya-upaya mengatasi hambatan mengaplikasikan syariah di tengah-tengah kerangka hukum positif dunia yang secara garis besar terbagi dua, yaitu: continental law dan common law.
Common law biasanya dikembangkan oleh Inggris dengan negara-negara commonwealth bekas jajahannya atau persemakmurannya, sementara continental law dikembangkan oleh negara-negara daratan Eropa lainnya seperti Belanda yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan hukum di Indonesia. Mana yang lebih akomodatif terhadap perkembangan syariah? Mayoritas praktisi syariah mengatakan common law lebih akomodatif terhadap penerapan syariah dalam ekonomi dan keuangan. Common law dapat mengakomodir perpindahan kepemilikan berdasarkan transfer of title of ownership (perpindahan nama kepemilikan), transfer of domain of ownership (perpindahan penguasaan kepemilikan tanpa harus merubah nama kepemilikan) atau sekedar transfer of beneficial ownership (transfer hak kemanfaatan kepemilikan tanpa merubah nama kepemilikan). Sementara continental law tidak mengenal secara eksplisit transfer of beneficial ownership. Sukuk yang mengakomodir konsep transfer of beneficial ownership ini juga banyak mewarnai pasar keuangan dunia dalam konsep Ijarah yang bisa diterapkan dalam konsep head lease & sub lease. Tidak ada permasalahanan berarti rasanya jika konsepnya adalah head lease & sub lease dalam Ijarah. Akan timbul permasalahan jika Ijarah yang mau diterapkan adalah dalam konsep sale & leaseback yang mana leaseback yang dimaksud mengaplikasikan adanya saleback. Jadi sesungguhnya yang terjadi adalah sale - leaseback - saleback. Transfer of beneficial ownership dalam head lease and sub lease sudah cukup jelas terutama pada obyek Ijarah yang memang manfaatnya disewa-sewakan kepada end usernya selaku penyewa obyek Ijarah (sub lease) yang didahului oleh head lease yaitu perpindahan kemanfaatan obyek Ijarah dari pemilik sesungguhnya obyek Ijarah kepada investor Sukuk yang kemudian investor mewakilkan kepada pemilik sesungguhnya untuk mensewa-sewakannya  kepada penyewa end user sesungguhnya baik yang selama ini sudah ada atau yang akan ada kemudian.
Masalah yang lebih menarik ditelaah mendalam adalah konsep sale & leaseback yang telah disinggung sebelumnya adalah proses urutan sale (Al Bay’) - leaseback (Al Ijarah) - saleback (Al Bay’) yang sesungguhnya bukan sekedar transfer of beneficial ownership tapi juga mencakup transfer of title of ownership atau sekedar transfer of domain of ownership. Jika penerbit Sukuk tidak berhati-hati dalam konsep sale and leaseback ini, bisa jadi terjadi Bay’ Al Inah yang mayoritas ulama melarang dalam urutan sale di awal dan saleback di akhir yang hanya melibatkan dua pihak dan dipersyaratkan dalam akadnya bahwa satu pihak menjual ke pihak lain di awal dengan syarat pihak pembeli harus menjual lagi kepada penjual awal. Inilah yang bisa menjadi Bay’ Al Inah sesungguhnya. Inilah sesungguhnya, yang apabila para praktisi penerbit Sukuk tidak berhati-hati dalam legal formal documents untuk Sukuk, dapat ditelaah menjadi tidak syariah. Adapun urut-urutan legal formal documents untuk Sukuk Ijarah Sale & Leaseback yang mengikuti prinsip syariah dapat mengacu kepada beberapa hal:
  1. Dokumen aqd Sale (Al Bay’) antara penerbit (bisa menggunakan Special Purpose Vehicle Company - SPVC) dengan investor (bisa menggunakan wali amanat sebagai wakilnya);
  2. Dokumen aqd Leaseback (Al Ijarah) antara investor (bisa menggunakan wali amanat sebagai wakilnya) dengan pengguna obyek Ijarah dalam hal ini end user yang bisa juga SPVC atau pihak yang diwakilinya;
  3. Dokumen wa’d (janji sepihak) Saleback dari investor (bukan dipersyaratkan dalam aqd sale di awal) untuk menjual kembali obyek Ijarah kepada penerbit atau SPVC;
  4. Pihak penerbit atau SPVC dapat saja menyambut janji sepihak ini dengan menerbitkan kesediaan dokumen wa’d lain untuk meyakinkan akan membelinya (optional).
Urutan hal-hal di atas cukup menjadikan Sale & Leaseback memenuhi prinsip syariah. Dalam beberapa hal, wa’d di urutan keempat dapat dibuat langsung sebagai kesediaan membeli kembali dari pihak penerbit atau SPVC jika investor bersedia menjual kembali ke penerbit atau SPVC. Esensi urutan hal-hal di atas semangatnya tentu saja berbeda dengan Bay’ Al Inah yang sudah mempersyaratkan dari awal dalam aqd Sale (Al Bay’) bahwa obyek Ijarah tersebut harus dijual kembali ke penerbit atau SPVC pada akhir periode Sukuk.
ECONOMY 101
Lebih dari sekedar penerbitan Sukuk Ijarah Sale & Leaseback ataupun Sukuk lainnya, Pasar Modal Syariah sebaiknya dikembangkan dengan mengacu kepada apa yang penulis sebut sebagai Economy One on One (101) agar tidak mengarah kepada maysir, gharar & riba seperti yang banyak berlaku di pasar modal konvensional. Secara lugas dan ringkas Economy 101 mencoba menelaah Pasar Keuangan yang terbagi 2 yaitu pasar uang dan pasar modal. Dua-duanya tidak benar-benar dapat dipisahkan dan dua-duanya harus bisa berfungsi sebagai the true intermediary between the financial sector & the real sector - between the surplus sector & the deficit sector, bukan malah menjadi pemicu kehancuran sektor riil. Bagan berikut diharapkan bisa memaparkan secara ringkas dan lugas Economy 101:
fig-01.gif
Inti dari pada Economy 101 yang juga harus dikembangkan untuk pasar modal syariah adalah bahwa 1 monetary unit entah itu berbentuk uang, surat berharga atau yang lainnya, benar-benar merepresentasikan 1 aset riil dan tidak perlu disekuritisasi lagi terlebih sekuritisasi yang menyebabkan 1 aset riil itu direpresentasikan menjadi lebih dari 2, 3, 4 atau bahkan lebih monetary unit dalam bentuk valas, surat berharga atau lainnya. Ke depan, perlu rasanya dikembangkan surat berharga berbasis mata uang yang di-back up oleh emas karena emas memang terbukti selama ratusan tahun mempunyai korelasi tetap dengan ukuran sektor riil. Ambil contoh 2,5 g emas sepanjang hidup penulis seharga dengan 1 kambing kurban yang layak.
PENUTUP
Demikian penyampaian tentang Sukuk dengan isu paling terkini tentang 85% ketidaksyariahan yang terjadi di Timur Tengah khususnya Dubai, dan penelaahan penulis berbasis pemahaman dan pengalaman penulis tentang Sukuk dan seputar keuangan syariah sebagai pemerhati dan praktisi keuangan syariah sekaligus anggota Badan Pelaksana Harian Dewan.Syariah Nasional. Sebagai Narasumber tetap Bapepam-LK & Direktorat Pembiayaan Syariah Depkeu RI penulis berkesempatan menerapkan langsung apa-apa yang menjadi pemahaman penulis berkaitan dengan keuangan syariah menjadi kebijakan-kebijakan Bapepam-LK & Depkeu RI yang pro syariah. Semoga tulisan jurnal yang lebih populer ini bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar