Sabtu, 07 Mei 2011

PENGELOLAAN WAKAF DI UMI SULAWESI SELATAN


A.        Pendahuluan
Sala satu penyerahan harta bagi orang yang mampu adalah dengan wakaf. Wakaf diperuntukan bagi orang-orang yang mampu dimana barang yang diwakafkan itu haruslah benda yang dapat digunakan dan berkembang untuk kesejahteraan umat.
Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat mengenai pengertian wakaf, rukun wakaf, benda-benda yang dapat dipergunakan untuk wakaf, hikmah wakaf pada bagian pembahasan akan dibahas mengenai pengelolaan wakaf di UMI Sulawesi Selatan.
B.        Landasan Teori

Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berherti “al-Habs”. Wakaf merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).
Menurut Abd Wahab Khallaf, wakaf berarti menahan sesuatu baik hissi maupun maknawi. Kata wakaf itu juga digunakan untuk objeknya yakni dalam arti sesuatu yang ditahan.
Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut.
Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).
Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185).
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Rukun Wakaf
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non Islam
2) sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian hari
b. milki sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain
3) Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)
Syarat Wakaf
1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif) Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf) Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan yaitu: pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukkan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.
Harta Wakaf
Walaupun sunna, harta wakaf yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan terus menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Hadits nabi SAW:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya:
Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Hikmah Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai berikut:
1.      Melaksanakan perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik. Firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al Hajj : 77)
2.      Memanfaatkan harta atau barang tempo yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiap yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)
3.      Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ الْعَامِّ مُقَدَّمُ عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat adalah:
    1. dapat menghilangkan kebodohan
    2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan
    3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial
    4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat
C.        Pembahasan
Dikembangkan sejak tahun kedua hijriah, wakaf menjadi salah satu mesin pendorong kesejahteraan umat. Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasullah SAW. Wakaf disyariatkan setelan Nabi SAW berada di Madinah, pada tahun kedua Hijriah.
Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqahai) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari Amr bin Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata: ”Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Mu’ad berkata, orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Anshor mengatakan adalah wakaf Rasullah SAW.” (Asy-Syaukani: 129).
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebun Airaf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebun lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khatab.
Sementara di Indonesia, menurut data yang dihimpun Departemen Agama RI, jumlah tanah wakaf di Indonesia mencapai 2.686.536.656,68 meter persegi (dua miliar enam ratus delapan puluh enam juta lima ratus tiga puluh enam ribu enam ratus lima puluh enam koma enam puluh delapan meter persegi) atau 268.653,67 hektar (dua ratus enam puluh delapan ribu enam ratus lima puluh tiga koma enam puluh tujuh hektare) yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh Indonesia.
Dilihat dari sumber daya alam atau tanahnya, jumlah harta wakaf di Indonesia merupakan jumlah harta wakaf tersebar di seluruh dunia. Dan merupakan tantangan bagi kita untuk memfungsikan harta wakaf tersebut secara maksimal sehingga tanah-tanah tersebut mampu mensejahterakan umat Islam di Indonesia sesuai dengan fungsi dan tujuan ajaran wakaf yang sebenarnya.
Jumlah tanah wakaf di Indonesia yang begtu besar juga dilengkapi dengan sumber daya manusia (human capital) yang sangat besar pula. Hal ini karena, Indonesia merupakan memiliki jumlah penduduk terbesar yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Oleh karena itu, dua modal utama yang telah dimiliki bangsa Indenesia tersebut semestinya mampu memfungsikan wakaf secara maksimal, sehingga perwakafan di Indonesia menjadi wakaf produktif dan tidak lagi bersifat konsumtif.

Pengelolaan Wakaf di Indonesia
Pelaksanaan wakaf di Indonesia diatur oleh undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang disahkan oleh presiden RI Dr. H. Sosilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27 Oktober 2004, dan diundangkan di Jakarta pada tanggal pengesahannya oleh sekretaris Negara RI saat itu Prof.Dr Yusril Ihza Mahendra.
Selain itu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah perwakafan tanah milik, antara lain:
  • Undang-undang No.5 tahun 1960, tanggal 24 September 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian, pasal 49 ayat (1) ember isyarat bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.
  • Peraturan pemerintah No.28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.
Mengacu kepada perundang-undangan  tentang pengelolaan wakaf di Indonesia, maka yang seharusnya diketahui umat islam antara lain:
  • Pengertian, Dasar-dasar Wakaf, Tujuan dan Fungsinya.
  • Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi Unsur wakaf
  • Tata cara Perwakafan Tanah dan Pendaftarannya
  • Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang. ( Syamsuri: 2006 )
Kemudian pasal 9 ayat 5 PP No.28 tahun 1997 menentukan bahwa dalam melaksanakan ikrar, fihak yang mewakafkan tanah diharuskan membawa serta dan menyerahkan surat-surat berikut:
  • Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya
  • Surat keterangan dari kepala desa yang diperkuat oleh kepala kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran kepemilikan tanah dan tidak tersangkut sesuatu sengketa
  • Surat keterangan pendaftaran tanah
  • Izin dari bupati/walikotamadya Kepala Daerah cq. Kepala sub Direktorat Agrarian setempat.(Adijani al-alabij:1992)
Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah yang dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial maupun pasca-kolonial (Indonesia merdeka).
Pada masa pemerintahan kolonial merupakan momentum kegiatan wakaf, karena pada masa itu, perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah, pondok pesantren, masjid yang semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas tanah wakaf, sehingga perkembangan wakaf semakin marak. Namun perkembangan kegiatan wakaf tidak mengalami perubahan yang berarti. Kegiatan wakaf dilakukan terbatas pada kegiatan keagamaan, seperti pembangunan masjid, musholla, langgar, madrasah, pekuburan sehingga kegiatan wakaf di Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomis bagi rakyat banyak.
Walaupun beberapa aturan telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan mekanisme ajaran wakaf ini, seperti PP Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, akan tetapi PP ini hanya mengatur wakaf pertanahan saja, mengikuti awal perkembangan wakaf sebelumnya, yaitu wakaf selalu identik dengan tanah, dan tanah ini digunakan untuk kegiatan sosial keagamaan, seperti masjid, kuburan, madrasah dan lain-lain.
Dalam perjalanannya, Peraturan Pemerintah ini bertahan cukup lama dan tidak ada aturan lain yang dibentuk hingga tahun 2004. Karena minimnya regulasi yang mengatur tentang perwakafan, maka tidaklah heran jika perkembangan wakaf di Indonesia mengalami stagnasi. Walaupun cukup banyak lembaga wakaf yang berdiri, akan tetapi hanya sebagian kecil lembaga wakaf (nadzir) saja yang mampu mengelola harta benda wakaf secara optimal. Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan wakaf di Indonesia belum mampu memberikan konstribusi untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Stagnasi perkembangan wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi ketika pada tahun 2001, beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru ke tengah masyarakat mengenai konsep baru pengelolaan wakaf tunai untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Ternyata konsep tersebut menarik dan mampu memberikan energi untuk menggerakkan kemandegan perkembangan wakaf. Kemudian pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut konsep tersebut dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan Wakaf Uang (Waqf al Nuqud). Fatwa MUI tersebut kemudian diperkuat oleh hadirnya UU No.41/2004 tentang Wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya benda tidak bergerak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak dan uang. Selain itu diatur pula beberapa kebijakan perwakafan di Indonesia, dari mulai pembentukan nazhir sampai dengan pengelolaan harta wakaf. Untuk dapat menjalankan fungsinya, UU ini masih memerlukan perangkat lain yaitu Peraturan Pemerintah dan  Peraturan Menteri Agama Tentang Wakaf Uang (PMA Wakaf Uang) yang akan menjadi juklak dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nazhir wakaf. Dan setelah melalui proses panjang, pada penghujung tahun 2006 terbitlah PP No.42/2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf. Setelah itu, pada Juli 2007 keluar Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 75/M Tahun 2007 yang memutuskan mengangkat keanggotaan BWI periode 2007-2010.
Pengelolaan Wakaf di UMI Sulawesi Selatan
Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar didirikan pada tanggal 23 Juni 1954 dan ditinjau dari segi usia UMI merupakan Perguruan Tinggi tertua di kawasan timur Indonesia dan sekaligus merupakan Perguruan Tinggi Swasta terbesar di kawasan timur Indonesia dan menjadi kebanggan Ummat Muslim Sulawesi Selatan.
Universitas Muslim Indonesia diselenggarakan oleh masyarakat dalam bentuk Yayasan yakni Yayasan Wakaf UMI, bergerak dibidang pendidikan dan dakwah. Dalam jalur pendidikan UMI membina pendidikan akademik mulai dari strata Diploma 3, Strata satu (S.1) dan Strata dua (S.2), yang tergabung dalam 12 Fakultas, Pascasarjana dan satu Akademi, 40 Program Studi. Hingga Tahun Akademik 2009/2010 Student Body Unversitas Muslim Indonesia Makassar sekitar 15.000 orang yang didukung dengan Tenaga Pengajar penuh waktu (dosen tetap) 466 orang, DPK 106 orang dan 200 orang lebih dosen LB yang didukung oleh Pegawai Administrasi 348 orang.
Hadirnya lembaga Pendidikan Tinggi yang bernafaskan islam ini bermula dari gagasan yang mulai digulirkan pada tahun 1950-an yang dipelopori oleh K.H. Muhammad Ramly, H. Sewang Daeng Muntu, La Ode Manarta, Nasiruddin Rahmat, Sutan Muhammad Yusuf Samah, dan A. Waris sepakat mewujudkan keinginan menjadi kenyataan pada tanggal 23 Juni 1954 bertepatan dengan 22 Syawal 1373 H.
Hadirnya lembaga Pendidikan Tinggi yang bernafaskan Islam ini bermula dari gagasan yang mulai digulirkan pada tahun 1950-an yang dipelopori oleh K.H. Muhammad Ramly, H. Sewang Daeng Muntu, La Ode Manarta, Nasiruddin Rahmat, Sutan Muhammad Yusuf Samah, dan A. Waris sepakat mewujudkan keinginan menjadi kenyataan pada tanggal 23 Juni 1954 bertepatan dengan 22 Syawal 1373 H.
K.H. Muhammad Ramly (Dewan Maha Guru), La Ode Munarta (Dewan Kurator), Andi Maddaremmeng (Dewan Wakaf), dan Chalid Husain (Sekretaris) menandatangani azas piagam UMI pada bulan yang sama. Hadir dalam acara penanda tanganan peresmian pendirian UMI antara lain: Andi Burhanuddin (mewakili kementrian P dan K), H. Muhammad Akib (mewakili kementrian Agama) dan K.H. Muhammad Ramly (mewakili alim ulama).
http://www.umi.ac.id/gambara/spacer.gifDipilihnya nama Universitas Muslim Indonesia menurut para pendirinya karena nama itu bermakna membina ummat Islam, dalam bahasa arab disebut Jamiah Tul Muslimin Indonesia yang bermakna menghimpun ummat islam sedangkan dalam bahasa Inggris Moslem University of Indonesia yang bermakna Universitas Milik Ummat Islam Indonesia.
Untuk merealisasikan amanah dan mencapai sasaran UMI melalui Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat.

http://www.umi.ac.id/ttdPendirianUMI.gif
K.H.Muhammad Ramly saat menandatangani Piagam UMI
Tampak K.H. Muhammad Ramly sedang membubuhkan tanda tangan

Visi
Menjadi Universitas sebagai Lembaga Pendidikan dan Dakwah yang terkemuka, melahirkan manusia berilmu amaliah dan beramal ilmiah dan berakhlaqul karimah, terutama yang terkait dengan pengembangan Ilmu Pegetahuan, Teknologi, Kesenian, dan Budaya dalam rangka Syiar Islam serta memperjuangkan kepentingan Ummat secara global sebagai wujud pengabdian kepada Allah Subhanahu Wa Taala.

Misi
Membentuk manusia yang amaliah, beramal ilmiah dan berakhlaqul karimah yang adaptif, transformatif dan inovatif. Mengembangkan Ilmu Pengetahuan, Teknologi Kesenian, dan Budaya dalam rangka pembuktian dan pengejawantahan kebenaran Allah SWT, dan pengembangan Syariat Islam.

Tujuan Penyelenggaraan Pendidikan :
·         Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan dan mengembangkan atau memperkaya khasanah Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kesenian yang islami terutama setelah menyelesaikan program pemndidikannya.
·         Mengembangkan dan menyebarkan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kesenian yang islami serta mengupayakan penggunaannya untuk memperkaya Kebudayaan Nasional dan meningkatkan tarap hidup masyarakat di Negara Republik Indonesia yang diridhoi oleh Allah SWT.
·         Meningkatkan kualitas manusia Indonesia sebagai Khalifah Allah yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, berilmu amaliah dan beramal ilmiah, percaya diri sehat jasmani dan rohani serta mampu menempatkan dirinya dalam suatu tatanan kehidupan yang islami.
·         Mencerdaskan kalbu segenap mahasiswa UMI agar mampu mengembangkan potensi insaniyah, memiliki semangat yang kreatif, dan jiwa yang dinamis.

Usaha dan Dakwah
Pilar usaha mulai dirintis oleh Yayasan Wakaf UMI pada akhir tahun 1994, kehadiran bidang usaha diharapkan dapat membantu Yayasan dalam pembiayaan di bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian pada masyarakat dan pembinaan ummat pada khususnya yang tentunya memerlukan biaya yang cukup besar.
http://www.umi.ac.id/gambara/spacer.gifAktivitas unit-unit usaha senatiasa diarahkan untuk memberi pelayanan optimal dalam mendukung aktifitas akademik di UMI, untuk itu pengololah unit-unit usaha harus berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan propesionalisme, sehinngga dapat memberi propit/kontribusi pendanaan untuk menunjang aktifitas Yayasan secara keseluruhan.
http://www.umi.ac.id/gambara/spacer.gifUnit-unit usaha di bawah Yayasan Wakaf UMI adalah : Baitul Maal Wattamwil (BMT) Ukhuwah ( lembaga keuangan non formal ), PT.Ukhuwah UMI Teknik (Kontraktor dan Real Estate), PT.Ukhuwah UMI Bisnis (perdangan Umum ), PT.UMI Ukhuwah Industri (Air Miniral Kemasan dengan merek “Ukhuwah“), dan PT.UMI Toha Ukhuwah Grafika (percetakan dan penerbitan ).

Pendidikan dan Dakwah
Aktifitas utama dan pertama yayasan ini adalah membuka lembaga pendidikan tinggi Islam pada tanggal 23 Juli 1954 yang bernama Universitas Muslim Indonesia (UMI ) Kini UMI tumbuh dan berkembang menjadi sebuah Perguruan Tinggi Swasta terkemuka di Indonesia dengan membina 12 Fakultas yang telah menghasilkan ribuan alumni. Jenjang Pendidikan yang dibina UMI mulai dari Diploma, Strata Satu (S-1) dan Starata Dua (Pascasarjana), serta telah dibuka pula Program Doktor ( S-3) di bidang Ekonomi dan Hukum.
Disamping membina Perguruan Tinggi, Yayasan Wakaf UMI juga membina Lembaga Pendidikan Persiapan (LPP), mulai tingkat SMP, STM, SMEA dan SMA. Pilar Pendidikan yang dibina Yayasan ini tidak hanya sampai disini, karena sejak tahun ajaran 2000/2001 telah dibuka Pesantren Darul Mukhlisin yang berlokasi di Desa Padanglampe Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan.
Awalnya Pesantren ini hanya diperuntukan bagi Mahasiswa baru UMI, sebagai tempat pembinaan akhlaq dan pencerahan Qalbuh. Namun dalam perkembangannya bukan hanya Mahasiswa baru yang dipondokan di Pesantren Darul Mukhlishin, tetapi Pimpinan, Dosen, Karyawan dan Penghurus Lembaga Kemahasiswaan dalam lingkungan Yayasan Wakaf UMI juga ikut dibina. Pola pembinaan yang dilakukan di Pesantren ini, ternyata mendapat respon yang positif dari orang tua Mahasiswa UMI, bahkan masyarakat dan beberapa instansi Pemerintah dan Swasta. Terbukti beberapa instansi Pemerintah telah melakukan kerja sama dengan Pesantren, seperti Kapolda Sul-Sel dan Sulbar, Kepertis Wilayah IX dan Universitas Gorontalo. Juga masyarakat umum yang menitipkan anak-anaknya, khususnya pecandu narkoba (obat-obat terlarang).


DAFTAR PUSTAKA

Prihatini, Farida, Uswatun Hasanah dan Widyaningsih, Hukum Islam Zakat&Wakaf Teori dan Prakteknya di Indonesia, Papas Sinar Sinanti dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
nopik.multiply.com/.../Perkembangan_Wakaf_di_Indonesia
baitul-maal.com/artikel/wakaf-dalam-islam.html
hbis.wordpress.com/.../hukum-islam-tentang-wakafinfaq-dan-haji/
halaqohdakwah.wordpress.com/.../wakaf-tradisi-sejak-zaman-nabi/
spupe07.wordpress.com/2010/01/09/wakaf/

2 komentar:

  1. bisa bertanya langsung gakk, saya hubungi dimana nechhh

    BalasHapus
  2. assalamu alaikum, ini makalah atau skripsi/tesis??

    BalasHapus